FRANCHISE: PROSPEK DAN SOLUSI
BISNIS ERA GLOBALISASI
Pada era globalisasi yang segala
hal berlangsung sangat cepat seperti sekarang ini, semua orang memiliki impian
melakukan lompatan besar dalam hidupnya. Hal ini berlaku dalam segala hal,
terutama dalam bidang perekonomian. Tak dapat dipungkiri, keberhasilan
seseorang dalam bidang perekonomian memiliki dampak domino terhadap segala
bidang lain yang berkaitan dalam kehidupan orang tersebut. Sebagai contoh
seseorang yang berhasil secara ekonomi, otomatis berdampak kepada bidang
sosialnya, meningkatkan prestos-nya didalam komunitas tertentu, kualitas
kehidupan terjamin, dan lain sebagainya.
Namun, dari sekian banyak orang
yang memiliki impian yang tinggi tak sedikit yang malah ‘kebingungan’ dengan
cara apa dia harus menjemput impian-nya, dan lompatan yang bagaimana yang dia
harus lakukan untuk mewujudkan rencana besar dalam hidupnya. Pertanyaan semacam
inilah yang seringkali menghambat seseorang berhasil.
Sebenarnya banyak sekali cara
yang dapat dilakukan untuk memulai perubahan besar dalam bidang keuangan. Mulai
dari cara- cara yang konvensional dengan melamar pekerjaan di perusahaan yang
cukup bonafit yang mampu membayar tenaga kerjanya dengan salary yang fantastis
hingga mencoba membuka bisnis sendiri dengan cara- cara yang konvensional pula.
Dari cara pertama yang ada
diatas, memang tidak ada salahnya. Karena dari pertama kali dia masuk dan
bergabung dalam perusahaan ‘X’ yang mampu memberi salary yang fantastis kepada
karyawan-nya, dia langsung mendapat gaji yang cukup besar. Dan juga ada yang
memilih menjalankan bisnis dengan cara yang konvensional pula. Memang tidak
salah memilih jalan yang demikian, tapi cara ini memerlukan waktu yang cukup
lama untuk mewujudkan impian.
Lalu, solusi yang dapat
ditawarkan untuk mengatasi permasalahan diatas adalah membentuk kerja secara
tim. Artinya, kita dalam menjalankan bisnis janganlah bekerja sendirian. Dan
semua orang yang terlibat dalam bisnis ini haruslah mempunyai rasa memiliki
akan bisnis yang dijalankan. Jadi, kita bukanlah merekrut karyawan
sebanyak-banyaknya, namun mitra kerja yang seluas- luasnya.
Sebenarnya benyak sekali bisnis
berformat demikian, namun pada kesempatan kali ini kami hanya akan membahas
mengenai franchise/ waralaba. Waralaba atau franchise adalah Suatu sistem
pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek
(franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan
bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu (Asosiasi
Franchise Indonesia). Sedikitnya ada tiga format franchise yang ada di
Indonesia, yang masing- masing memiliki karakteristik tersendiri dalam
menjalankan bisnisnya. Ketiga format tersebut adalah:
1. Single Unit Franchise
format ini adalah format yang
paling sederhana dan paling banyak digunakan karena kemudahannya. Pewaralaba
memberikan hak kepada terwaralaba untuk menjalankan usaha atas nama usahanya,
dengan panduan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya. Terwaralaba hanya
diperkenankan untuk menjalankan usahanya pada sebuah cabang/unit yang telah
disepakati.
2. Area Franchise
Pada format ini, terwaralaba
memperoleh hak untuk menjalankan usahanya dalam sebuah teritori tertentu,
misalkan pada sebuah propinsi ataupun kota, dengan jumlah unit usaha/cabang
yang lebih dari 1.
3. Master franchise
Format master franchise
memberikan hak pada pemegangnya untuk menjalankan usahanya di sebuah teritori
ataupun sebuah negara, dan bukan hanya membuka usaha, pemegang hak dapat
menjual lisensi kepada sub franchise dengan ketentuan yang telah disepakati.
Dari ketiga format waralaba
diatas, masing- masing memiliki karakterstik sendiri. Namun, format yang
terahir merupakan format yang paling menjanjikan bagi franchisor/ pewaralaba
dan juga bagi franchisee/ terwaralaba. Bagi pewaralaba tentunya bisnis yang dia
bangun akan tumbuh lebih cepat. Sebagai contoh sederhana jika pada tahun
pertama dia membuka bisnisnya hanya baru memiliki 10 (sepuluh) pemegang hak,.
Dan pada tahun kedua para pemegang hak menjual lisensinya masing- masing kepada
sepuluh sub franchise, maka pada tahun kedua saja seorang pewaralaba sudah
memiliki seratus cabang usaha. Begitupun seterusnya jika sub franchise menjual
lisensinya kembali. Sedangkan untuk para terwaralaba memiliki keuntungan serupa
seperti pewaralaba. Hak lisensi yang ia miliki dapat dijual kepada sub
franchise.
Selain pendapatan yang diterima
dari penjualan barang ataupun jasa yang dijual, perusahaan franchise juga
memiliki keuntungan lain berupa biaya awal yang diterima sebagai ongkos
pennggunaan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Selain itu pula perusahaan
franchise mendapatka keuntungan dari pembayaran royalty dari para franchisee
ataupun sub franchise-nya.
seperti layaknya jenis bisnis
yang lain, dalam memilih perusahaan franchise yang akan kita tentukan dalam
berinfestasi didalamnya ada baiknya kita perhatikan hal- hal berikut ini:
1. Mengenali kekuatan. Bisnis
waralaba adalah bisnis yang memerlukan dana yang besar, apalagi bila berniat
membeli waralaba asing. Oleh karenanya, sebisa mungkin pertimbangkan dana yang
dimiliki saat ini dengan waralaba yang akan dibeli. Usahakan pada saat membeli,
jangan melalui broker karena itu pasti akan merugikan.
2. Prospek dan Penerimaan.
Biasanya untuk melihat hal ini dilakukan secara bersamaan dengan analisa trend
pasar. Untuk melihat apakah jenis waralaba itu berprospek atau tidak adalah
membandingkan dengan kompetitor sejenis. Proses membandingkan ini harus
dilakukan dengan menggunakan parameter yang sama, misalkan apabila mengukur
perusahaan A dari harga, maka usaha yang diliki harus diukur dari harga juga,
dan seterusnya.
3. Meneliti Proposal. Untuk
mengetahui apakah waralaba tersebut bagus atau tidak adalah dengan melihat
ketersediaan rencana bisnis (business plan) dalam bentuk tertulis. Mengapa
tertulis? Karena dengan ada perencanaan tertulis tersebut, dapat dikenali
secara lebih detail jenis waralaba yang akan kita berinvestasi di dalamnya. Hal
ini juga untuk menghindari penipuan dari orang yang menawarkan usaha/bisnis
waralaba.
4. Proyeksi Keuntungan. Usahakan
pada saat memilih jenis waralaba sebagai bidang investasi lihatlah apakah
waralaba tersebut memiliki proyeksi keuntungan besar atau tidak. Apabila tidak
besar, maka justru waralaba tersebut akan menjadi ladang yang menguras tenaga dan
pikiran dalam jangka wakti panjang. Lalu, jangan terlalu percaya dengan
waralaba yang menjanjikan janji-janji pandapat yang wah Karena bisa jadi bukan
untung yang Anda dapat malah kerugian yang jumlahnya besar. Lalu bagaimana bisa
lebih aman memilih waralaba yang memberi keuntungan? Gunakan saja rumus
perhitungan waralaba, GS-E = C (GS = Gross Sales; E=Expense yang dikeluarkan
dalam setahun; C=Cash Flow).Pertimbangkan komponen biaya operasional dan
pengeluaran lain dalam menentukan nilai expenses.
5. Tenaga Kerja. Dalam suatu
usaha selain ketersediaan modal dan peralatan, tenaga kerja adalah hal paling
penting. Oleh karena itu, saat memilih waralaba usahakan memilih waralaba yang
mempekerjakan sedikit karyawan, tetapi memiliki standard kerja yang baik. Hal ini
tentu akan berdampak kepada uang yang akan dikeluarkan untuk membayar
gaji/tunjangan karyawan akan lebih berkurang jumlahnya dibanding apabila
memiliki karyawan yang banyak.
6. Keuntungan dan Dukungan.
Maksudnya adalah apakah pewaralaba dapat memberikan bantuan finansial kepada
terwaralaba jika terwaralaba mengalami kesulitan keuangan nantinya. Pewaralaba
yang baik akan selalu memberikan pengarahan dan bantuan bagaimana menjalankan
bisnis terwaralaba (asistensi) serta memonitor hingga sistemnya berjalan dengan
baik. Pastikan bahwa bantuan ini sudah terakomodasi dalam sistem bisnis yang
ditawarkan.
7. Lokasi. Pelajari dengan teliti
apakah lokasi yang kita inginkan memenuhi kriteria persetujuan pembelian.
Pewaralaba yang bagus pasti menyediakan data dan informasi yang akurat terkait
kondisi lokasi yang menjadi syarat pembelian. Lokasi yang diisyaratkan biasanya
berhubungan dengan luas lokasi, target pasar, proyeksi penjualan yang bisa
dicapai, kelancaran transportasi, sarana-sarana pendukung di sekitarnya dan
termasuk informasi tentang kompetitor.
8. Kunjungi Kantor. Sebelum
memberikan kepastian untuk memilih waralaba yang akan dijadikan bidang
investasi, lakukan kunjungan ke kantor pewaralaba terlebih dahulu atau langsung
ke pemilik bisnis waralaba tersebut. Mengapa hal ini dianjurkan? Karena dari
sini, bisa dilihat apakah pewarala tersebut sungguh-sungguh dan jujur dalam
berinvestasi atau tidak. Setelah yakin, jangan langsung tanda tangan surat
kerjasama dahulu, sambangi atau datangi kantor terwaralaba yang sudah
beroperasi minimal satu atau dua tahun sebelumnya. Dari situ, dapat diperoleh
pengalaman dari terwaralaba tentang kesuksesan yang mereka raih dari
menjalankan usaha waralaba tersebut.
Beberapa tahun belakangan, bisnis
waralaba di Indonesia ibarat sedang naik daun, hal ini memang dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang menjanjikan. Dari berbagai factor itulah yang menjadi daya
tarik yang membuat waralaba menjadi bisnis yang banyak dilirik.
Di Indonesia sendiri, perusahaan
franchise memiliki tren peningkatan omset yang terus meningkat. Tren
peningkatan omset bisnis franchise sedikit terlihat dari tahun 2008, dimana
pada tahun tersebut peroleh omset sebesar Rp 81 triliun dan meningkat 18 % pada
tahun 2009 menjadi Rp 95 triliun. Dengan demikian, rata-rata pertumbuhan
sepanjang tahun 2008-2010 adalah sebesar 19% per tahun.
Majalah Info Franchise
mengelompokan perusahaan franchise ke dalam 8 kelompok besar, yaitu F&B
(Food & Beverage), Retail Minimarket, Broker Property, Kurir/ekspedisi,
Pendidikan, Kecantikan dan Kesehatan, Fashion & Accessories dan Automotive.
Dari 8 kelompok di atas, yang
terbesar market sharenya adalah F&B, yang di tahun 2010 nilainya
diperkirakan akan mencapai Rp 42.6 Triliun. Peringkat kedua diraih retail
minimarket, dengan Rp 26.5 Triliun, diikuti oleh broker property dengan Rp 19.8
Triliun. Posisi keempat dan kelima diduduki jasa kurir/ekspedisi (Rp 7.9
Triliun) dan pendidikan (Rp 6.4 Triliun).
Sementara, jika setiap kelompok
usaha diurai lagi per kategori usahanya masing-masing, terlihat bahwa nilai
bisnis industri terbesar di tahun 2009 diraih oleh industri retail minimarket. Kontribusinya
mencapai Rp 21 Triliun (22.2%). Share terbesar kedua di-”coup” oleh broker
property, dengan Rp 15 Triliun (15.9%). Posisi ketiga ditempati fast food ayam goreng dengan Rp10.9 Triliun
(11.4%), dan keempat adalah kurir/ ekspedisi dengan Rp 6.8 Triliun (7.1%).
Peringkat 5-11 dipegang oleh waralaba makanan, mulai dari donut (Rp 5.9
Triliun/ 6.1%), pizza (Rp 3.4 Triliun/ 3.5%), bread & cake (Rp 2.5 Triliun/
2.6%), coffee shop (Rp 2.5 Triliun/ 2.6%), burger (Rp 2.5 Triliun/ 2.6%), tea
(Rp 1.7 Triliun/ 1.8%) dan traditional food (Rp 1.7 Triliun/ 1.8%). Peringkat
ke dua belas diraih oleh bimbingan belajar (Rp 1.7 Triliun/ 1.8%), peringkat
ketiga belas tour & travel (Rp1.5 Triliun/ 1.6%), keempat belas adalah
apotik (Rp 1.3 Triliun/ 1.3%), ice cream (Rp 1.3 Triliun/ 1.3%), kursus bahasa
inggris (Rp 1.2 Triliun/ 1.2%) dan bakmi (Rp 1.2 Triliun/ 1.2%). Masing-masing
kategori produk lainnya menghasilkan omset kurang Rp 1 Triliun pada tahun 2009
atau kontribusi kurang dari 1% di tahun tersebut.
Dari riset ini pula didapatkan
perbandingan nilai bisnis franchise di tahun 2009, antara franchise asing dan
lokal adalah sebesar 38% : 62% atau Rp 36.35 Triliun banding Rp 59.46 Triliun.
Adapun jumlah pekerja yang
terlibat dalam industri ini di tahun 2009 adalah sekitar 610 ribu orang atau
naik 16.5% dibandingkan FRANCHISE: PROSPEK DAN SOLUSI BISNIS ERA GLOBALISASI