Minggu, 26 Oktober 2014

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK



Pancasila Sebagai Etika Politik
A. Pengertian Etika Sebagai Salah Satu Cabang Filsafat Praktis
Sebagai salah satu cabang etika , maka etika politik termasuk dalam lingkungan filsafat. Filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika. Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Ada berbagai bidang etika khusus, seperti etika individu, etika sosial, etika keluarga, etika profesi, dan etika pendidikan. Dalam hal ini termasuk etika politik yang berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia.
Etika berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur betul-salahnya tindakan manusia sebagai manusia. Dengan demikian, etika politik memertanyakan tanggung jawab  dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai warga negara terhadap negara, hukum yang berlaku dan lain sebagainya.
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoretis, untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah ideologis dapat dijalankan secara objektif.
Hukum dan kekuasaan negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk Individu dan sosial). Jadi, etika politik membahas hukum dan kekuasaan negara.

B. Pengertian Pancasila Sebagai Sistem Etika
            Nilai, moral, dan norma merupakan konsep yang saling berkaitan. Ketiga konsep ini saling terkait dalam memahami Pancasila sebagai etika politik.
Etika  merupakan  cabang ilmu filsafat yang membahas masalah baik dan buruk. Ranah   pembahasannya   meliputi   kajian  praktis   dan   refleksi  filsafati  atas moralitas   secara   normatif.    Kajian   praktis   menyentuh    moralitas   sebagai perbuatan    sadar   yang   dilakukan    dan    didasarkan    pada   norma-norma masyarakat yang mengatur perbuatan baik (susila)  dan buruk (asusila). 
Adapun refleksi filsafati mengajarkan bagaimana tentang moral filsafat mengajarkan bagaimana tentang moral tersebut dapat dijawab secara rasional dan bertanggungjawab.
Rumusan Pancasila yang otentik dimuat dalam Pembukan UUD 1945 alinea keempat. Dalam penjelasan  UUD  1945  yang  disusun  oleh  PPKI  ditegaskan  bahwa  “pokok-pokok  pikiran  yang termuat dalam Pembukaan (ada empat, yaitu persatuan, keadilan, kerakyatan dan ketuhanan menurut kemanusiaan yang adil dan beradab) dijabarkan ke dalam pasal-pasal Batang Tubuh. Dan menurut TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 dikatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sebagai sumber segala sumber, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Sebagai  sumber  segala  sumber,  Pancasila  merupakan  satu-satunya  sumber  nilai  yang berlaku di tanah air. Dari satu sumber tersebut diharapkan mengalir dan memancar nilai-nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan penguasa. Hakikat Pancasila pada dasarnya merupakan satu sila yaitu gotong royong atau cinta kasih dimana sila tersebut melekat pada setiap insane, maka nilai-nilai Pancasila identik dengan kodrat manusia. oleh sebab itu penyelenggaraan Negara yang dilakukan oleh pemerintah tidak boleh bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, terutama manusia yang tinggal di wilayah nusantara.
Pancasila sebagai core philosophy bagi  kehidupan bermasyarakat,  berbangsa,  dan bernegara,   juga  meliputi   etika  yang  sarat  dengan  nilai-nilai   filsafati;   jika memahami  Pancasila tidak  dilandasi  dengan  pemahaman  segi-segi filsafatnya, maka  yang  ditangkap   hanyalah   segi-segi  filsafatnya,   maka  yang  ditangkap hanyalah segisegi fenomenalnya saja, tanpa menyentuh inti hakikinya.
Pancasila merupakan  hasil kompromi  nasional  dan  pernyataan  resmi  bahwa bangsa Indonesia  menempatkan  kedudukan  setiap warga negara secara sama, tanpa  membedakan  antara  penganut  agama  mayoritas  maupun   minoritas. Selain   itu  juga  tidak  membedakan   unsur   lain  seperti  gender,   budaya,   dan daerah.
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan napas humanism, karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja. Sekalipun Pancasila memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai-nilai secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa.
Dalam arti bahwa Pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai khusus yang termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam sila-silanya.

  • Pengertian Etika
Secara etimologi “etika” berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos” yang berarti watak, adat ataupun kesusilaan. Jadi etika pada dasarnya dapat diartikan sebagai suatu kesediaan jiwa seseorang untuk senantiasa patuh kepada seperangkat aturan-aturan kesusilaan (Kencana Syafiie, 1993). Dalam konteks filsafat, etika membahas tentang tingkah laku manusia dipandang dari segi baik dan buruk. Etika lebih banyak bersangkut dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986).
Etika adalah ilmu yang membahas  tentang  bagaimana  dan  mengapa  kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab  dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut :
1.      Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
2.      Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual) maupun  mahluk sosial (etika sosial)

  • Pengertian Nilai, Moral, dan Norma
1. Nilai
            Kehidupan manusia dalam masyarakat, baik sebagai pribadi maupun kolektivitas, senantiasa berhubungan dengan nilai-nilai, norma, dan moral. Kehidupan masyarakat di mana pun tumbuh dan berkembang dalam ruang lingkup interaksi nilai, norma, dan moral, akan memberi motivasi dan arah seluruh anggota masyarakat untuk berbuat, bertingkah, dan bersikap. Dengan demikian nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin, dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya.

2. Moral
            Moral  berasal dari kata mos (mores)= kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah daan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi, maka pribadi itu dianggap tidak bermoral.

3. Norma
            Manusia cenderung untuk memelihara hubungan dengan Tuhan, masyarakat, dan alam sekitarnaya dengan selaras. Hubungan manusia terjalin secara vertikal (Tuhan), Horizontal (masyarakat). Dan hubungan vertikal-horizontal (alam, lingkungan alam) secara seimbang, serasi, dan selaras. Norma adalh petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu.
            Norma sesungguhnya merupakan perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral, dan religi. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya :
 
  1. Norma Agama, dengan sanksinya dari Tuhan.
  2. Norma Kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri.
  3. Norma Kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat.
  4. Norma Hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang dipaksakan oleh alat negara. 

 Sumber :

Pandji Setijo. Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa. Penerbit    Grasindo
http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=36

Sabtu, 25 Oktober 2014

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT



Pancasila Sebagai Filsafat
        Dalam kehidupan bangsa Indonesia, diakui bahwa nilai-nilai Pancasila adalah falsafah hidup atau pandangan hidup yang berkembang dalam sosial-budaya Indonesia.Oleh karena itu, nilai ini diyakini sebagai jiwa dan kepribadian bangsa.
            Sejak kelahirannya sebagai falsafah nasional modern (1 Juni 1945), Pancasila telah dinyatakan menjadi milik nasional, artinya milik seluruh bangsa Indonesia. Sekalipun telah merasa memiliki Pancasila, tetapi belum tentu secara otomatissudah mengamalkan Pancasila tersebut. Pancasila seharusnya memiliki tiga syarat , yaitu :
  1. Keinsyafan batin tentang benarnya Pancasila sebagai falsafah negara
  2. Pengakuan bahwa yang bersangkutan menerima dan mempertahankan Pancasila
  3. Mempersonifikasikan seluruh sila-sila Pancasila dalam sikap, perilaku budaya dan politik.

A. Inti Sila Pertama
  • Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
         Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah sebagai pengewajantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu segala hal yang berkaitan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara bahkan moral negara, moral penyelenggara negara, politik negara, pemerintahan negara, hukum dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai dengan nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa.
                 Demikianlah kiranya nilai-nilai etis yang terkandung dalam sila Ketuhanan yang Maha Esa yang dengan sendirinya sila pertama tersebut mendasari dan menjiwai sila-sila yang lainnya.

B. Inti Sila Kedua
  • Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab secara sistematis didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan.
Nilai kemanusiaan ini bersumber pada dasar filosofis antropologis bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat rohani dan raga, sifat kodrat indiviu dan makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Dalam sila ini terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. Oleh karena itu dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan perundang-undangan, negara harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar ( hak asasi ) harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan negara.
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah mengandung nilai suatu kesadaran sikap mpral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, sesama manusia maupun terhaap lingkungannya.
            Nilai kemanusiaan yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya, bermoral dan beragama. Dalam kehidupan kenegaraan, kita harus senantiasa dilandasi moral kemanusiaan, misalnya dalam kehidupan pemerintahan negara, politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan serta dalam kehidupan keagamaan. Oleh karena itu kehidupan bersama dalam negara harus dijiwai oleh moral kemanusiaan untuk saling menghargai meskipun terdapat perbedaan.
Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus adil. Hal ini mengandung pengertian bahwa manusia harus adil dalam hubungannya baik dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, bangsa, negara dan terhadap lingkungannya serta terhadap hubungannya dengan Tuhan yang Maha Esa.
            Kita sebagai manusia harus menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, menghargai akan kesamaan hak dan derajat tanpa membedakan suku, ras, keturunan, status sosial, maupun agama. Kita juga harus mengembangkan sikap saling mencintai, menghargai, menghormati, tenggang rasa, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

C Inti Sila Ketiga
  • Sila Persatuan Indonesia    
       Nilai yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan sila-sila yan lainnya, karena seluruh sila merupakan suatu kesatuan yan bersifat sistematis.
          Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan sosial. Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama di antara elemen-elemen yang membentuk negara berupa suku, ras, kelompok, baik golongan maupun agama. Oleh karena itu perbedaan merupakan bawaan kodrat manusia dan merupakan ciri khas di antara elemen-elemen yan membentuk negara.
         Perbedaan tersebut di ikat dalam satu kesatuan yaitu negara. Di Indonesia kesatuan tersebut dilukiskan dalam semboyan bangsa yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Negara mengatasi segala paham golongan , etnis, suku, ras, individu maupun agama. Maksud mengatasi disini adalah bahwa negara memberi wahana atas tercapainya harkat dan martabat seluruh warganya.
Negara memberikan  kebebasan atas individu, golongan, ras, maupun golongan agama untuk merealisasikan seluruh potensinya dalam kehidupan bersama yang bersifat integral. Oleh karena itu tujuan negara dirumuskan untuk melindungi segenap warganya dan seluruh tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan seluruh warganya,mencerdaskan kehidupan warganya, serta mewujudkan suatu ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
             Nilai sila Persatuan Indonesia mengandung nilai nasionalisme yang religius yaitu nasionalisme yang bermoral Ketuhanan yang Maha Esa, nasionalisme yang humanistik yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan.

D. Inti Sila Keempat
  • Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permuyawaratan/Perwakilan
            Nilai yang terkandung dalam sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawarat/Perwakilan ini didasari oleh sila pertama, kedua, ketiga, dan kelima.
             Nilai filosofis yang terkandung didalamnya adalah bahwa hakikat negara sebagai penjelmaan dari sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa yang bersatu yang bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah negara. Negara adalah dari, oleh dan untuk rakyat. Oleh karena itu rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara.
             Sila kerakyatan mengandung nilai demokrasi secara mutlak yang harus dilaksanakan dalam kehidupan bernegara. Nilai-nilai demokrasi yang terkandung antara lain :
1)      Adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggung jawab baik terhadap  masyarakat bangsa maupun secara moral terhadap Tuhan yang Maha Esa.
2)      Menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan.
3)      Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama.
4)      Mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku, agama, karena perbedaan adalah merupakan suatu bawaan korat manusia.
5)      Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu, kelompok, ras, suku, maupun agama.
6)      Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerja sama kemanusiaan yang beradab.
7)      Menjunjung tinggi asas musyawarah sebagai moral kemanusiaan yang beradab.
8)      Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam kehidupan sosial agar tercapainya tujuan bersama

E. Inti Sila Kelima
  • Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
            Nilai yang terkandung dalam sila ini juga didasari oleh sila pertama, kedua, ketiga, dan sila keempat.
            Dalam sila kelima tersebut terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka di dalam sila kelima tersebut terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama ( kehidupan sosial ). Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya, serta hubungan manusia dengan Tuhannya. Nilai-nilai keailan yang harus terwujud dalam hidup bersama adalah meliputi :
1)   Keadilan distributif, yaitu suatu hubungan antara negara terhadap waranya dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban.
2)   Keadilan legal (keadilan bertaat ) yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara dan dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keailan dalam bentuk mentaati peraturan perundan-undangan  yang berlaku dalam warga.
3)   Keadilan komutatif, yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan lainnya secara timbal balik.
Nilai-nilai keadilan tersebut haruslah merupakan suatu dasar yang harus diwujudkan dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan negara yaitu mewujukan kesejahteraan seluruh warganya serta melindungi seluruh warganya dan seluruh wilayahnya, mencerdaskan seluruh warganya. Demikian pula nilai-nilai keadilan tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antar negara sesama bangsa di dunia dan prinsip ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam suatu pergaulan antar bangsa di dunia dengan berdasarkan suatu prinsip kemerdekaan bagi setiap bangsa, perdamaian abadi serta keadilan alam hidup bersama ( keadilan sosial).

Sumber : 
Pandji Setijo. Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa. Penerbit   Grasindo

Minggu, 19 Oktober 2014

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT



Pancasila Sebagai Filsafat
        Dalam kehidupan bangsa Indonesia, diakui bahwa nilai-nilai Pancasila adalah falsafah hidup atau pandangan hidup yang berkembang dalam sosial-budaya Indonesia.Oleh karena itu, nilai ini diyakini sebagai jiwa dan kepribadian bangsa.

A. Unsur-Unsur Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat
  • Pengertian Filsafat
            Secara etimologi, kata falsafah berasal dari bahasa Yunani, yaitu cinta akan kebijakan atau hakikat kebenaran.
            Berfilsafat berarti berfikir sedalam-dalamnya (merenung) terhadap sesuatu secara metodik, sistematis, menyeluruh, dan universal, untuk mencari hakikat sesuatu. Menurut D. Runes, Filsafat berarti ilmu yang paling umumserta mengandung usaha mencari kebijakan dan cinta akan kebijakan.
            Pada umumnya, terdapat dua pengertian filsafat, yaitu filsafat dalam arti proses dan filsafat dalam arti produk. Selain itu, ada pengertian lain, yaitu Filsafat sebagai ilmu dan filsafat sebagai pandangan hidup. Demikian pula, dikenal ada filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis.
            Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, sebagai pandangn hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal ini berarti filsafat Pancasila mempunyai funsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia di mana ppun mereka berada.
            Sebelum seseorang bersikap, bertingkah laku, atau berbuat, terlebih dahulu ia akan berpikir tentang sikap, tingkah laku, dan perbuatan mana yang sebaiknya dilakukan. Hasil pemikirannya merupakan suatu putusan dan putusan itu disebut nilai. Nilai adalah sifat, keadaan, atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin.
Filsafat sebagai hasil pemikiran pemikir (filosof), merupakan suatu ajaran atau sistem nilai, baik berwujud pandangan hidup maupun sebagai ideologi yang dianut suatu masyarakat atau bangsa dan negara. Filsafat demikian telah berkembang dan terbentuk sebagai suatu nilai melembaga (dengan negara) sebagai suatu paham, seperti kapitalisme, komunise, sosialisme, nazisme, fasisme, dan sebagiannya yang cukup mempengaruhi kehidupan bangsa dan negara modern.

  • Unsur-Unsur Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat
1. Filsafat sebagai Produk yang mencakup pengertian; Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari para filsuf dari zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau system filsafat tertentu misalnya: nasionalisme, rasionalisme, hedonisme dan lain sebagainya.

2. Filsafat sebagai suatu jenis Masalah yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang bersumber pada akal manusia.

Filsafat merupakan suatu kumpulan paham yang tidak hanya diyakini, ditekuni dan dipahami sebagai suatu sistem nilai namun lebih merupakan suatu aktivitas berfilsafat, suatu proses yang dinamis dengan menggunakan metode tersendiri.

Berikut cabang-cabang filsafat yang pokok :
-          Metafisika yang membahas hal-hal yang dibalik fisis,
-          Epistemologi yang membahas berkaitan dengan persoalan hakikat penegetahuan,
-          Metodologi yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu pengetahuan,
-          Logika yang berkaitan dengan filsafat berpikir yakni rumus, dalil-dalil berpikir yang benar,
-          Etika yang berkaitan dengan tingkah laku,
-          Estetika yang berkaitan dengan hakikat keindahan

B. Perbandingan Filsafat Pancasila Dengan Sistem Filsafat Lainnya di Dunia
1. Filsafat Materialisme
            Filsafat Materialisme mengajarkan, bahwa hakikat realitas kesemestaan, termasuk makhluk hidup dan manusi ialah materi. Semua realitas itu ditentukan oleh materi(misalnya benda-benda ekonomi, makanan) dan terikat pada hukum alam yaitu sebab-akibat (hukum kausalitas) yang bersifat objektif.

2. Filsafat Idealisme/Spritualisme
            Filsafat Idealisme atau Spritualisme mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia. Subjek manusia sadar atas realitas dirinya dan kesemestaan, karena ada akal budi dan kesadaran rohani. Jadi, hakikat diri dan kenyataan ialah akal budi (ide dan spirit).

3. Filsafat Realisme
            Filsafat Realisme menggambarkan, bahwa kedua filsafat diatas materialisme dan idealisme yang bertentangan itu, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak realistis). Sesungguhnya, realitas kesemestaan, terutama kehidupan bukanlah benda (materi) semata-mata. Kehidupan, seperti tampak pada tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia, mereka hidup berkembang biak, kemudiantua, akhirnya mati. Pastilah realitas demikian lebih dari materi. Karenanya, realitas itu paduan benda (materi dan jasmaniah) dengan yang non materi (spiritual jiwa, dan rohaniah). Jadi, realisme merupakan sintesis antara jasmaniah-rohaniah, materi dengan non-materi.

Sumber : 

Pandji Setijo. Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa. Penerbit    Grasindo
http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=36

Rabu, 15 Oktober 2014

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT



Pancasila Sebagai Filsafat
        Dalam kehidupan bangsa Indonesia, diakui bahwa nilai-nilai Pancasila adalah falsafah hidup atau pandangan hidup yang berkembang dalam sosial-budaya Indonesia.Oleh karena itu, nilai ini diyakini sebagai jiwa dan kepribadian bangsa.
            Sejak kelahirannya sebagai falsafah nasional modern (1 Juni 1945), Pancasila telah dinyatakan menjadi milik nasional, artinya milik seluruh bangsa Indonesia. Sekalipun telah merasa memiliki Pancasila, tetapi belum tentu secara otomatissudah mengamalkan Pancasila tersebut. Pancasila seharusnya memiliki tiga syarat , yaitu :
  1. Keinsyafan batin tentang benarnya Pancasila sebagai falsafah negara
  2. Pengakuan bahwa yang bersangkutan menerima dan mempertahankan Pancasila
  3. Mempersonifikasikan seluruh sila-sila Pancasila dalam sikap, perilaku budaya dan politik.

A. Dasar-Dasar Ilmiah Pancasila Sebagai Suatu Kesatuan Sistematis dan Logis
1. Pengertian Filsafat
            Secara etimologi, kata falsafah berasal dari bahasa Yunani, yaitu cinta akan kebijakan atau hakikat kebenaran.
            Berfilsafat berarti berfikir sedalam-dalamnya (merenung) terhadap sesuatu secara metodik, sistematis, menyeluruh, dan universal, untuk mencari hakikat sesuatu. Menurut D. Runes, Filsafat berarti ilmu yang paling umumserta mengandung usaha mencari kebijakan dan cinta akan kebijakan.
            Pada umumnya, terdapat dua pengertian filsafat, yaitu filsafat dalam arti proses dan filsafat dalam arti produk. Selain itu, ada pengertian lain, yaitu Filsafat sebagai ilmu dan filsafat sebagai pandangan hidup. Demikian pula, dikenal ada filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis.
          Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, sebagai pandangn hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal ini berarti filsafat Pancasila mempunyai funsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia di mana ppun mereka berada.
            Sebelum seseorang bersikap, bertingkah laku, atau berbuat, terlebih dahulu ia akan berpikir tentang sikap, tingkah laku, dan perbuatan mana yang sebaiknya dilakukan. Hasil pemikirannya merupakan suatu putusan dan putusan itu disebut nilai. Nilai adalah sifat, keadaan, atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin.
            Filsafat sebagai hasil pemikiran pemikir (filosof), merupakan suatu ajaran atau sistem nilai, baik berwujud pandangan hidup maupun sebagai ideologi yang dianut suatu masyarakat atau bangsa dan negara. Filsafat demikian telah berkembang dan terbentuk sebagai suatu nilai melembaga (dengan negara) sebagai suatu paham, seperti kapitalisme, komunise, sosialisme, nazisme, fasisme, dan sebagiannya yang cukup mempengaruhi kehidupan bangsa dan negara modern.

B. Pengetahuan Sistem Filsafat
            Pemikiran Filsafat berasal dari berbagai tokoh yang menjadikan manusia sebagai subjek. Perbedaan latar belakang tata nilai dan alam kehidupan, cita-cita dan keyakinan yang mendasari tokoh filsafat itu melahirkan perbedaan-perbedaan mendasar antara ajaran filsafat. Aliran filsafat terbentuk atas beberapa ajaran filsafat dari berbagai tokoh dan dari berbagai zaman. Perbedaan aliran bukan ditentukan oleh tempat dan waktu lahirnya filsafat, melainkan oleh watak iri dan nilai ajaranya.
            Suatu ajaran filsafat yang bulat mengajarkan tentang berbagai segi kehidupan yang mendasar. Sistem filsafat mengajarkan tentang sumber dan hakikat realitas, filsafat hidup, dan tata nilai (etika). Sebaliknya, filsafat yang mengjarkan hanya sebagian kehidupan (sektoral,frakmentaris) tidak dapat disebut sistem fisafat melainkan hanya ajaran filosofis seorang ahli filsafat. Wawasan Filsafat meliputi bidang-bidang penyeledikian yaitu sebagai berikut :
1. Aspek Ontologi
            Ontologi menurut Runes ialah teori tentang keberadaan ada atau eksistensi. Menurut Aristoteles, Ontologi adalah ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu dan disamakan artinya dengan metafisika.
            Pada awal pemikiran manusia, mereka berusaha mengerti hakikat sesuatu yang ada di sekitarnya, yaotu alam dan kehidupan. Bidang ontologi ini meliputi penyelidikan tentang makna keberadaan (ada eksistensi) manusia, benda, ada alam semesta. Artinya, ontologi menjangkau adanya Tuhan dan alam gaib, seperti rohani dan kehidupan sesudah kematian (alam di balik dunia, alam metefisika). Jadi, ontologi adalah bidang yang menyelidiki makna yang ada (eksistensi dan keberadaan).

2. Aspek Epistemologi.
            Epistemologi menurut Runes adalah bidang atau cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan metode, dan validitas ilmu pengetahuan.
            Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan. Jadi Epistemologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki makna dan nilai ilmu pengetahuan, sumbernya, syarat-syarat dan proses terjadinya ilmu, termasuk semantik, logika, matematika, dan teori ilmu.

3. Aspek Aksiologi
            Aksiologi menurut Runes berasal dari istilah Yunani, yaitu axios yang berarti nilai, manfaat, pikiran atau ilmu/teori. Dalam pengertian modern, aksiologi disamakan dengan teori nilai, yakni sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik, bidang yang menyelidiki hakikat nilai, kriteria, dan kedudukan metafisika suatu nilai.
            Menurut Prof. Brameld, aksiologi dapat disimpulkan sebagai suatu cabang filsafat yang menyelidiki :
  1. Tingkah laku molar yang berwujud etika
  2. Ekspresi etika yang berwujud estetika atau seni dan keindahan, serta
  3. Sosio-politik yang berwujud ideologi
Dengan demikian, aksiologi merupakan bidang yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenios nilai, tingkatan nilai, dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan dan agama.

C. Pengertian Sistem Filsafat dan Unsur-Unsur Sistem Filsafat
          Apabila kita berbicara tentang filsafat, ada dua hal yang patut diperhatika , filsafat sebagai metode dan filsafat sebagai suatu pandangan. Kedua nya berguna bagi ideologi Pancasila. Filsafat metode menunjukan cara berfikir dan cara mengadakan analisa yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menjabarkan ideologi Pancasila. Sedangkan Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan,, nilai dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila.
            Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa , dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya secara mendasar dan menyeluruh

Sumber :  

Pandji Setijo. Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa. Penerbit    Grasindo
http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=36

Jumat, 10 Oktober 2014

Pancasila Dalam Konteks Sejarah Perjuangan Indonesia



A. Dinamika Aktualisasi Pancasila Sebagai Dasar Negara
1. Pemahaman Aktualisasi
            Kata kunci dalam pembahasan ini adalah aktualisasi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud 1990) berasal dari kata ”aktual” artinya betul-betul ada, terjadi atau sesungguhnya. Aktualisasi adalah sesuatu mengatualkan. Dalam masalah ini adalah bagaimana nilai-nilai Pancasila itu benar-benrah tercermin dalam sikap dan perilaku dari seluruh warga negara , muali dari aparatur dan pimpinan nasional sampai kepada rakyat.
            Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara memerlukan kondisi dan iklim yang memungkinkan segenap lapisan masyarakat yang dapat mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu dan dapat terlihat dalam perilaku sesungguhnya, bukan hanya sekedar lips service untuk mencapai keinginan pribadi dengan mengajak orang lain mengamalkan niali-nilai Pancasila sedangkan perilaku sendiri jau dari nilai-nilai Pancasila yang sesungguhnya. Oleh karena itu, merealisasikan Pancasila dalam kehiduan Bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dapat dilakukan melalui dengan cara-cara sebagai berikut :
  1. Aktualisasi Pancasila secara objektif, yaitu melaksanakan Pancasila dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, meliputi bidang leglislatif, eksekutif, yudikatif, dan dalam bidang kehidupan kenegaraan lainnya. Seluruh kehidupan kenegaraan dan tertib hukum Indonesia didasarkan atas filsafat negara Pancasila, asas politik kedaulatan rakyat dan tujuan negara berdasarkan asas kerohanian Pancasila.
  2. Aktualisasi Pancasila secara subjektif, yaitu pelaksanaan Pancasila dalam setiap pribadi, perseorangan, warga negara, dan penduduk. Pelaksanaan Pancasila secara subjektif sangat ditentukan oleh kesadaran, ketaatan, serta kesiapan individu untuk mengamalkan Pancasila. Sikap dan tingkah laku seseorang sangat menentukan terlaksananya nilai-nilai Pancasila yang sesungguhnya dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, Pancasila harus dipahami, diresapi, dan dihayarti oleh setiap orang sehingga terwujud moral Pancasila dalam perilakunya.
2. Pembangunan HAM
            Dalam perkembangan penegak hukum sepanjang masa pemerintahan Indonesia pada orde lama dan khususnya orde baru banyak kasusu hukum menunjukkan gejala kian dalamnya pegaruh kekuasaan terhadap lembaga peradilandan aparat penegak hukum. Masyarakat hampir setiap saaat mempersoalkan mental dan etika aparat penegak hukum dengan terjadinya perlakuan tidak manusiawi /(Pelanggaran HAM). Banyak keputusan peradilan bertentangan dengan perasaaan keadilan masyarakat, seperti kasus kerusuhan 27 Juli 1996 dan lain sebagainya.
            Hak asasi Manusia memang menjadi pendorong yang penting untuk selalu merenungkan , apakah hukum yang dijalankan ini cukup memperhatikan martabat dan keselamatan manusia secara substansi. Hal ini sesuai dengan pandangan UNPD tentang keamanan manusia meliputi keamanan ekonomi, keamanan pangan, keamanan kesehatan, keamanan individu, keamanan lingkungan, keamanan masyarakat dan kebudayaan, serta keamanan politik. Dalam cakupan konsep keamanan yang sedemikian komprehensif , hak asasi manisia tidak saja mendapat tempat yang aman dan terhormat.
            Penegak hak asasi manusia, khususnya untuk menyatakan apa yang dianggap benar, seharusnya menjamin bahwa kemakmuran yang diperoleh oleh suatu negara secara nyata dimana rakyat kecil dapat menikmatinya. Apabila kita memperhatikan peranan kampus, kampus melalui lkajian ilmiah, mimbar akademik yang bebas , budaya akademik, dan berpikir rasional objektif dengan menggunakan metodologi ilmiah dalam kerangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, akan mempunyai peluang yang sangat besar untuk berperan serta sebagai kekuatan moral untuk mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

B. Dinamika Pelaksanaan UUD 1945
             Pembahasan sub bagian ini tentang perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia, meliputi periode (masa) revolusi fisik, demokrasi liberal, oede lama, oe\rde baru, dan era global.
1. Masa revolusi fisik
            Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk dalam waktu singkat dan secara keseluruhan oleh BPUPKI dan PPKI. Oleh karena itu, segala sesuatunya diatur dalam Aturan Peralihan UUD 1945 (naskah asli) yang menentukan sebagai berikut :

Pasal I
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengatur dan menyelenggarakan kependahan pemerintahan kepada pemerintahan Indonesia
Pasal II
Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku,selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar itu.
Pasal III
Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Pasal IV
Sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk menurut undang-undang dasar ini, segala kekuasaan nya dijalankan oleh presiden dengan bantuan Komite Nasional Pusat.

            Sehubungan dengan keadaan pada waktu itu, terutama sikap Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia, maka untuk menanggapi keadaan tersebut, perlu adanya badan yang ikut bertanggung jawab tentang nasib bangsa dan negara Indonesia di samping pemerintah. Yang dimaksud pemerintah pada waktu itu adalah Presiden

2. Masa Orde Liberal
            Belanda mengetahui bahwa Indonesia telah merdeka. Mereka tidak tinggal diam, Belanda ingin menjajah kembali seperti tempo dahulu. Oleh karena itu, ia berusaha menduduki wilayah negara Republik Indonesia dan merebut kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia.
            Sehubungan dengan keadaan tersebut, PBB perlu ikut campur tangan guna menyelesaikan pertikaian antara negara Republik Indonesia dengan Belanda, dengan diusahakan suatu konferensi yang diadakan di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949 yang dikenal dengan nama Konferensi Meja Bundar (KBM). Hasilnya yang dicapai dalam persetujuan adalah sebagai berikut :
  1. Didirikannya negara Republik Indonesia Serikat.
  2. Pengakuan kedaulatan oleh pemerintah kerajaan Belanda kepada pemerintahan negara Republik Indonesia Serikat.
  3. Didirikannya Uni antara negara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda.

Pengakuaan kedaulatan ditentukan akan dilaksanakan tanggal 27 Desember 1949. Dengan demikian, negara Republik Indonesia hanya berstatus sebagai negara bagian.

3. Masa Orde Lama
            Pemilu tahun 1955, dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi harapan masyarakat, bahkan kestabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, maupun hankam. Keadaan ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
  1. Makin berkuasanya modal-modal raksasa terhadap perekonomian Indonesia.
  2. Akibat silih bergantinya kabinet, maka pemerintahan tidak mampu menyalurkan dinamika masyarakat ke arah pembangunan, terutama pembangunan bidang ekonomi.
  3. Sistem liberal berdasarkan UUDS 1950 mengakibatkan kabinet jatuh bangun sehingga pemerintahan tidak stabil.
  1. Pemilu 1955 ternyata dalam DPR tidak mencerminkan pertimbangan kekuasaan politik yang sebenarnya hidup dalam masyarakat, karena banyak golongan di aerah-daerah belum terwakili di DPR.
  2. Konstituante yang bertugas membentuk UUD yang baru ternyata gagal.

Ideologi Pancasila pada saat itu dirancang oleh PKI untuk diganti dengan Ideologi Manipol Usdek serta konsep Nasakom. PKI berusaha untuk menancapkan kekuasaannya dengan membangun komunis internasional dengan RRC. Sebagai puncak peristiwanya adalah meletusnya Gerakan 30 September (G-30-S/PKI), sebagai usaha untuk mengganti Ideologi Pancasila dengan Ideologi Marxis.

4. Masa Orde Baru
            Dengan berakhirnya pemerintahan Soekarno dalam orde lama, dimulailah pemerintahan baru yang dikenal dengan orde baru, yaitu suatu tatanan kehidupan masyarakat dan pemerintahan yang dilaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Munculnya orde barudiawali dengan tuntutan dari aksi-aksi seluruh masyarakat, seperti Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Tuntutan mereka dikenal dengan nama Tritura. Isi tuntutan tersebet adalah sebagai berikut :
  1. Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya
  2. Pembersihan Kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI
  3. Penurunan harga

Orde baru mengambil tugas utamanya, yaitu penciptaan ketertiban politik dan kemantapan ekonomi. Pada tahun 1983, pemerintah mengajukan satu paket yang terdiri atas 5 Undang-Undang Politik tentang :
  1. Susunan dan kedudukan anggota MPR/DPR
  2. Pemilihan Umum
  3. Kepartaian dan Golkar
  1. Organisasi masyarakat, dan
  2. Referendum
Kelima paket undang-undang itu disetujui oleh DPR dengan tujuan menjaga terpeliharanya kekuasaan dan menjaga kelanjutan pembangunan sebagai Ideologi.

5. Masa Era Global
            Penyimpangan kehidupan bernegara era orde baru sampai kepada puncaknya dengan muncul krisis moneter yang berakibat jatuhnya Presiden Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun. Untuk menyelamatkan negara dari kehancuran, maka MPR telah mengeluarkan ketetapan, antara lain sebagai berikut :
  1. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang pencabutan ketetapan MPR tentang referendum.
  2. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang pokok-pokok Reformasi pembangunan dalam rangka penyelamtan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan Negara
  3. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN
  4. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia
  5. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi
  6. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang HAM
  7. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang pencabutan P-4 dan penegasan Pancasila sebagai dasar Negara.

Sekalipun MPR telah mengeluarkan ketetapannya,namun permasalahan yang ditinggalkan oleh pemerintahan orde baru bukanlah sedikit, sehingga merumitkan bagi pemerintah transisi atau pemerintah era reformasi untuk keluar dari permasalahan tersebut.
           
Pada masa era global, telah tiga kali pergantian Presiden, yaitu Presiden B.J. Habibie dengan Kabinet Reformasi Pembangunan, Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Presiden hasil Pemilu 1999 dengan kabinet Persatuan Nasional, namun Presiden Abdurrahman Wahid diperhentikan oleh MPR karena melanggar haluan negara, kemudian digantikan oleh Presiden Megawati dengan Kabinet Gotong Royong. Pada masa era global ini, pembangunan nasional dilaksanakan tidak lagi seperti orde baru yang dikenal dengan nama rencana pembangunan lima tahun (Repelita), melainkan dengan nama pembangunan nasional (Propenas). Propenas yang telah disusun oleh Bappenas, berlaku untuk tahun 2000-2004.



 C. Analisa Kasus Sidang DPR Tentang Pilkada
Berdasarkan tata tertib DPR mengenai tata cara pengambilan keputusan yang dapat di baca di web DPR : Tata Tertib :  tata cara pengambilan keputusan DPR RI, keputusan DPR terkait RUU Pilkada ternyata TIDAK SAH dikarenakan tidak memenuhi persyaratan jumlah suara yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sebuah keputusan resmi DPR.
Pasal 277 ayat 1 mengatakan: Keputusan berdasarkan suara terbanyak adalah sah apabila diambil dalam rapat yang dihadiri oleh anggota dan unsur fraksi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat (1), dan disetujui oleh lebih dari separuh jumlah anggota yang hadir.
Jumlah anggota yang hadir pada sidang RUU Pilkada tersebut adalah sebanyak 496. Dapat dilihat langsung daftar kehadiran di kesekreatriatan DPR atau bisa lihat di berita berikut ini: 496 anggota DPR RI hadiri paripurna ruu pilkada
Bila mengacu pada pasal 277 ayat 1, maka keputusan baru dinyatakan SAH dan berlaku bila disetujui oleh lebih dari separuh jumlah anggota yang hadir. Bila jumlah anggota yang hadir adalah 496, maka keputusan baru dinyatakan SAH bila mendapat 249 suara.
Mengenai anggota DPR yang walkout atau meninggalkan sidang, ada diatur dalam pasal 278 ayat 3 yang mengatur demikian: Anggota yang meninggalkan sidang dianggap telah hadir dan tidak mempengaruhi sahnya keputusan.
Dengan demikian, maka walaupun meninggalkan sidang, maka tetap dinyatakan telah hadir sehingga persyaratan lebih dari separuh jumlah anggota yang hadir tetap berlaku yaitu dalam hal ini karena yang hadir pada daftar hadir yang resmi adalah 496 orang, maka keputusan dalam sidang DPR tersebut baru sah bila mendapatkan suara dukungan sebesar minima l249 suara.
 Suara keputusan terkait RUU Pilkada pada sidang DPR tersebut hanya mendapatkan suara dukungan sebesar 226 suara, alias hanya mencapai 45,56% suara anggota DPR yang hadir. Tidak memenuhi persyaratan tatib DPR Bab XVII pasal 277 ayat 1, dimana ketentuannya harus disetujui oleh lebih dari separuh jumlah anggota yang hadir.
  Untuk Presiden SBY yang saya hormati, saya sudah coba membantu Bapak keluar dari situasi sulit di akhir masa jabatan Bapak. Mohon kiranya agar Bapak Presiden bisa memanfaatkan hal ini dengan baik dan tetap pada sumpahnya untuk berjuang mempertahankan pemilu langsung seperti yang Bapak janjikan. Semoga nama baik Bapak sebagai presiden pertama di era reformasi yang dipilih secara langsung oleh rakyat, tidak jadi cedera oleh ulah sebagian anggota DPR yang melupakan perjuangan gerakan reformasi tahun 1998.

Sumber : 

Syarbaini, Syahrial, 2011. Pendidikan Pancasila (Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa) Di perguruan Tinggi, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor.