- PENGERTIAN PEDOFILIA
Pedofilia terdiri dari
dua suku kata; pedo (anak) dan filia (cinta). Pedofilia
adalah kecenderungan seseorang yang telah dewasa baik pria maupun wanita untuk
melakukan aktivitas seksual berupa hasrat ataupun fantasi impuls seksual dengan
anak-anak kecil. Bahkan terkadang melibatkan anak dibawah umur.
Biasanya
anak-anak yang menjadi korban berumur dibawah 13 tahun. Sedangkan penderita
umumnya berumur diatas 16 tahun.
Adapun
aktivitas seks yang dilakukan oleh para pedofil sangat bervariasi. Misalnya dengan
menelanjangi anak, melakukan masturbasi dengan anak, bersenggama dengan anak.
bahkan jenis aktivitas seksual lainnya termasuk stimulasi oral pada anak,
penetrasi pada mulut anak, vagina ataupun anus dengan jari, benda asing atau
bisa jadi penis.
- SOLUSI MENGATASI PEDOFILIA
Solusi Islam bagi Pelaku
Homoseksual
Istilah
homoseksual dan lesbianisme bukanlah perkara baru. Aktivitas seksual antara
laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan sesama perempuan tersebut
dikenal dengan istilah liwath. Pertama kali, penyimpangan seksual ini terjadi
pada kaum Nabi Luth. Beliau diutus kepada kaum Sodom yang biasa melakukan liwath.
Nabi
Luth diperintahkan untuk mendakwahi dan amar ma’ruf nahi munkar kepada mereka.
Allah
Subhanahu Wata’ala menjelaskan hal ini: “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth
(kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: ’Mengapa kamu
mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh
seorangpun (di dunia ini) sebelummu?’ Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk
melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah
kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: ’Usirlah
mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka
adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri.’ Kemudian Kami selamatkan
dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia termasuk orang-orang yang
tertinggal (dibinasakan).” (QS.
Al-A’raf: 80-83).
Kelainan
seksual ini bukanlah faktor genetis, karena sampai saat ini tidak ada pijkan
ilmiah yang menunjukkan bahwa hal ini. Dorongan seksual berasal dari gharizah nau’ (naluri melestarikan jenis) yang
muncul bila ada rangsangan. Dorongan ini menuntut adanya pemenuhan. Hanya saja
ada yang memenuhinya dengan cara yang halal seperti lewat pernikahan; ada juga
yang diharamkan seperti homoseksualitas dan lesbianisme. Demikian juga
hasrat untuk homoseks atau lesbian akan muncul bila terdapat
rangsangan-rangsangan yang mendorong untuk mencoba atau melakukannya. Ada dua
rangsangan yang umumnya merangsang manusia, yaitu pikiran dan realitas yang
nampak.
Untuk
itu, cara untuk mencegah aktivitas seksual menyimpang tersebut adalah dengan
cara menghilangkan rangsangan-rangsangan terkait dengannya.
Pertama, terkait
pemikiran. Pemikiran yang mendorong orang mencoba melakukan homoseks atau lesbi
adalah pemikiran serba bebas, yakni liberalisme materialisme. Dalam
liberalisme, orang dipahamkan bahwa hidup itu terserah mau melakukan apa saja.
Tolak
ukurnya pun bersifat materialistik. Karenanya, aktivitas liwath didudukkan
sebatas cara memuaskan hasrat seksual yang mereka sebut dengan orientasi
seksual. Yang penting sama-sama enjoy. Padahal, dalam Islam, seksualitas
merupakan potensi yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wata’ala
untuk melanjutkan keturunan. Tidak mengherankan bila hubungan seksual
diibaratkan al-Quran sebagai ladang dan bercocok tanam (lihat al-Quran surat
al-Baqarah: 223).
Selain
itu, alasan hak asasi manusia (HAM) sering kali ditanamkan sebagai dalih untuk
melakukan perbuatan kaum Sodom. Bahkan, ada juga pemikiran gender yang justru
menimbulkan kebencian kepada laki-laki hingga dianggapnya saingan dan musuh
bagi perempuan. Muaranya ada perempuan yang menjadi lesbi dengan dalih
tersebut. Selama pemikiran-pemikiran ini terus dikembangkan di tengah
masyarakat maka atas nama kebebasan pribadi dan berekspresi penyimpangan
seksual tersebut tetap mendapat tempat. Oleh sebab itu, pemikiran liberalisme
tidak boleh (haram) dikembangkan di masyarakat.
Kedua, secara
individual menjauhi hal-hal yang dapat mengundang hasrat melakukan liwath.
Islam sangat memperhatikan fitrah manusia. Terkait masalah ini, Rasulullah
bersabda: ”Janganlah
seorang laki-laki melihat aurat laki-laki, jangan pula perempuan melihat aurat
perempuan. Janganlah seorang laki-laki tidur dengan laki-laki dalam satu
selimut, begitu juga janganlah perempuan tidur dengan perempuan dalam satu
selimut.”(HR. Muslim).
Laki-laki
yang melihat aurat laki-laki ataupun perempuan yang melihat aurat sesama
perempuan akan terangsang. Ini adalah bibit penyimpangan seksual. Apalagi kalau
tidur dalam satu selimut. Islam sangat ketat memerintahkan hal tersebut.
Bahkan, dimulai sejak anak baligh. Bahkan, adik dan kakak yang sudah sama-sama
baligh tidak boleh melakukannya.
Ketiga, secara
sistemik hilangkan berbagai hal di tengah masyarakat yang dapat merangsang
orang untuk mencoba-coba. Misalnya, hentikan pornografi terkait homo dan lesbi.
Kini, di dunia maya berkeliaran promosi tentang itu. VCD liwath pun dijual
laksana kacang goreng. Bahkan, promosi homo dan lesbi di media termasuk TV
terus gencar dilakukan. Penampilan laki-laki meniru perempuan atau perempuan
meniru lak-laki semakin menggila, padahal Islam melarangnya. ”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wassallam melarang laki-laki yang meniru perempuan, dan perempuan yang meniru
laki-laki” (HR.
Bukhari). Ujungnya laki-laki merasa sebagai perempuan yang karenanya lebih
melampiaskannya dengan sesama laki-laki. Pemerintah dalam aturan Islam harus
mengeluarkan kebijakan tentang tegas terkait hal ini.
Keempat, permudah
pernikahan. Terkadang ada rasa takut menikah. Orang tua tidak setuju nikah usia
muda dengan alasan belum mapan. Biaya pernikahan pun tinggi. Sementara itu,
gejolak seksual besar akibat berbagai rangsangan yang ada. Pada sisi lain, ada
kekhawatiran hamil di luar nikah. Jalan keluarnya, ada yang mengambil jalan
menjadi homo dan lesbi. Untuk itu orang tua dan pemerintah perlu mempermudah
pernikahan. Dorong untuk nikah dini. Negara harus memfasilitasi. Bukan malah
menghalang-halangi nikah usia muda. Rasulullah SAW memerintahkan menikah pada
saat usia masih muda (HR. Muttafaq ’Alaihi).
Kelima, terapkan
hukuman. Bila berbagai pencegahan telah dilakukan tetapi tetap juga terjadi
aktivitas homo dan lesbi, maka pengadilan dalam pemerintahan Islam menerapkan
hukuman sesuai syara terhadap mereka. Perbuatan tersebut terkategori perbuatan
kriminal. Bila pengadilan menemukan bukti dan diputuskan di pengadilan, hukuman
bagi para pelakunya adalah hukuman mati. Hal ini didasarkan kepada sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wassallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi Wassallam bersabda: ”Siapa
saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (liwath) maka hukum
matilah baik yang melakukan maupun yang diperlakukannya.” (HR.
Al-Khomsah kecuali an-Nasa’i).
Selain
itu, para sahabat telah berijma’ bahwa hukuman bagi mereka adalah
hukuman mati. Imam Baihaki meriwayatkan bahwa Abu Bakar mengumpulkan orang
terkait seorang laki-laki yang menggauli sesama lelaki sebagaimana menggauli
perempuan. Beliau bertanya kepada para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wassallam. Semuanya sepakat pelakunya dijatuhi hukuman mati (Lihat, Abdurrahman
al-Maliki, Nizham al-’Uqubat, hal. 80-82).
Hukuman
inilah yang akan memberikan efek jawabir (penebus) dan zawajir (pencegah). Tidak seperti sistem saat
ini yang hanya memberikan sanksi sekian tahun penjara bagi pelaku.
Undang-undang yang ada selama ini seperti tertuang dalam Pasal 292 KUHP tentang
pencabulan terhadap anak di bawah umur dan UU No 23/2002 tentang Perlindungan
Anak menyebutkan hukuman maksimal adalah 15 tahun. itu pun sangat jarang
pengadilan menjatuhkan hukuman maksimal pada pelaku. Jika sistem persanksian
negeri sekuler ini tetap dipertahankan, jangan pernah membayangkan kasus
kejahatan sebagaimana yang terjadi di JIS dan juga pada kasus Emon ini tidak
terulang lagi.
Demikianlah
hukuman Islam dalam myelesaikan permasalahan yang multidemensi yang ada pada
umat saat ini. Ini karena tak dapat dipungkiri, bahwa manusia adalah hamba
Allah Subhanahu Wata’ala. Maka tak ada aturan yang lebih baik dibandingkan
dengan aturan dari Dzat yang telah menciptakan manusia, yakni Allah Subhanahu
Wata’ala subhanahu wa ta’ala.
أَفَحُكْمَ
الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ
يُوقِنُونَ
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum)
siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah Subhanahu Wata’ala bagi
orang-orang yang yakin?” (QS
al-Maidah: 50)
Termasuk
pula dalam kasus pedofilia baru-baru ini. Hanya aturan dari Allah Subhanahu
Wata’ala lah yang akan menuntaskan kasus tersebut secara tuntas, tanpa harus
ada kejadian yang sama berulang-ulang di sepanjang tahun. Wallahu a’lam bish-shawab.*
Penulis adalah Mahasiswi Pascasarjana IAIN Tulungagung
REFERENSI: http://www.hidayatullah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar