Jumat, 07 November 2014

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK



Pancasila Sebagai Etika Politik
A. Etika Dalam Kehidupan Kekaryaan, Kemasyarakatan, Kenegaraan

a.      Tolak Ukur
Sarana tolak ukur menilai baik buruknya ssuatu produk hukum yang dibuat oleh lembaga pembuat UU ialah nilai Pancasila sendiri. Lembaga yang ditugasi untuk mengadakan evaluasi atau pengontrolan Mahkamah Agung ditingkat perundang-undangan, Komisi Konstitusi di tingkat UUD.
Aspek kehidupan bernegara mencakup banyak hal, baik bidang ideologi politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan. Pancasila sebagai nilai moral, dalam pelaksanaanya harus tampak dalam aspek-aspek kehidupan.

b.      Moral Negara
Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara mengamanatkan bahwa moral Pancasila juga menjadi moral negara, artinya negara tunduk pada moral, negara wajib megamalkan moral Pancasila. Seluruh tindakan kebijakan negara harus disesuaikan dengan Pancasila. Seluruh perundan-undangan wajib mengacu pada Pancasila. Nilai-nilai Pancasila menjadi pembimbing dalam pembuatan policy. Sebagai moral negara, Pancasila mengandung kewajiban-kewajiban moral bagi negara Indonesia, yaitu antara lain :

Sila Pertama
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin kemerdeekaan tiap penduduk untuk pemeluk dan beribadat sesuai dengan iman agama maing-masing. Negara harus berusaha meberantas praktek-praktek keagamaan yang tidak baik dan mengganggu kerukunan hidup bermasyarakat; Negara wajib memberi peluang sam kepada setiap agama untuk berdakwah, mendirikan tempat ibadah, ekonomi, dan budaya. Menjadi politis negara yaitu mengayomi, membimbing dan mengantar warganya menuju kehidupan yang lebih baik sebagaimana yang dicita-citakan(alenia IV Pembukaan UUD 1945).

Sila Kedua
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Negara memperlakukan setiap orang sebagai manusia, menjamin dan menegakkan hak-hak dan kewajiban asasi; Negara wajib menjamin semua warga negara secara adil dengan membuat UU yang tepat dan melaksanakannya dengan baik; Negara harus ikut bekerja sama dengan bangsa dan bernegara lain membangun dunia yang lebih baik, dan lain-lain.

Sila Ketiga
Sila Persatuan Indonesia. Negara harus tetap menjunjung tinggi asas Bhineka Tunggal Ika. Menolak faham primordialisme (sukuisme,daeraisme,separatisme). Memperjuangkan kepentingan nasional. Bangsa sebagai Indonesia. Menentang chauvinisme,kolonialisme, sebaliknya mengembangkan pergaulan antar bangsa.

Sila Keempat
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / Perwakilan, Mengakui dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Meningkatkan partisipasinya dalam proses pembangunan. Mendengarkan dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Menghormati perbedaan pendapat, menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul.

Sila Kelima
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, Bahwa setiap warga Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Sesuai dengan UUD 1945, maka keadilan sosial itu mencakup pula pengertian adil dan makmur.

B. Memberi Evaluasi Kritis Terhadap Penerapan Etika
Terdapat etika dalam kaitannya dengan nilai dan norma yaitu etika deskriptif yaitu berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan pola perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidupnya. Dalam etika ini membicarakan mengenai penghayatan nilai, tanpa menilai, dalam suatu masyarakat tentang sikap orang dalam menghadapi hidup dan tentang kondisi-kondisi yang mungkin manusia bertindak secara etis,
            Etika normatif adalah etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dan tindakan apa yang seharusnya diambil. Dalam etika ini terkandung norma-norma yang menuntun tingkah laku manusia serta memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana yang ada dalam norma-norma. Sesuai dengan pola pendekatan etika kritis dan rasionel, etika menuntun orang untuk mengambil sikap dalam hidup. Dengan etika deskriptif, manusia disodori fakta sebagai dasar mengambil putusan tentang sikap dan perilaku yang akan diambil, sedangkan etika normatif manusia diberi norma sebagai alat penilai atau dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.

C. Analisis Etika Dalam Kekaryaan/Plagiat
            Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator.
Dalam buku Bahasa Indonesia: Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah, Felicia Utorodewo dkk. menggolongkan hal-hal berikut sebagai tindakan plagiarisme :
  • Mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri,
  • Mengakui gagasan orang lain sebagai pemikiran sendiri
  • Mengakui temuan orang lain sebagai kepunyaan sendiri
  • Mengakui karya kelompok sebagai kepunyaan atau hasil sendiri,
  • Menyajikan tulisan yang sama dalam kesempatan yang berbeda tanpa menyebutkan asal-usulnya
  • Meringkas dan memparafrasekan (mengutip tak langsung) tanpa menyebutkan sumbernya, dan
Yang digolongkan sebagai plagiarisme:
  • Menggunakan tulisan orang lain secara mentah, tanpa memberikan tanda jelas (misalnya dengan menggunakan tanda kutip atau blok alinea yang berbeda) bahwa teks tersebut diambil persis dari tulisan lain
  • Mengambil gagasan orang lain tanpa memberikan anotasi yang cukup tentang sumbernya
Yang tidak tergolong plagiarisme:
  • Menggunakan informasi yang berupa fakta umum.
  • Menuliskan kembali (dengan mengubah kalimat atau parafrase) opini orang lain dengan memberikan sumber jelas.
  • Mengutip secukupnya tulisan orang lain dengan memberikan tanda batas jelas bagian kutipan dan menuliskan sumbernya.
Beberapa alasan yang setuju/pro dalam plagiat :
  1. Saya sangat setuju untuk mengunakan informasi yang telah dibuat oleh seseorang yang membuatnya asalkan kita memberikan sumber dari mana kita mendapatkan informasi tersebut
  2. Saya mencontoh karya orang lain asalkan pada karya yang saya contoh mencantumkan pengarang karya pertama yang saya contoh karya nya agar tidak terjadi meniru karya orang lain.

 Sumber :

Pandji Setijo. Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa. Penerbit    Grasindo
http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=36



Tidak ada komentar:

Posting Komentar