Pancasila Sebagai Etika Politik
A. Etika Dalam Kehidupan Kekaryaan, Kemasyarakatan, Kenegaraan
a. Tolak Ukur
Sarana tolak ukur
menilai baik buruknya ssuatu produk hukum yang dibuat oleh lembaga pembuat UU
ialah nilai Pancasila sendiri. Lembaga yang ditugasi untuk mengadakan evaluasi
atau pengontrolan Mahkamah Agung ditingkat perundang-undangan, Komisi
Konstitusi di tingkat UUD.
Aspek kehidupan
bernegara mencakup banyak hal, baik bidang ideologi politik, ekonomi, sosial budaya
maupun pertahanan keamanan. Pancasila sebagai nilai moral, dalam pelaksanaanya
harus tampak dalam aspek-aspek kehidupan.
b. Moral Negara
Penetapan
Pancasila sebagai Dasar Negara mengamanatkan bahwa moral Pancasila juga menjadi
moral negara, artinya negara tunduk pada moral, negara wajib megamalkan moral
Pancasila. Seluruh tindakan kebijakan negara harus disesuaikan dengan
Pancasila. Seluruh perundan-undangan wajib mengacu pada Pancasila. Nilai-nilai
Pancasila menjadi pembimbing dalam pembuatan policy. Sebagai moral
negara, Pancasila mengandung kewajiban-kewajiban moral bagi negara Indonesia,
yaitu antara lain :
Sila Pertama
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin kemerdeekaan tiap penduduk untuk
pemeluk dan beribadat sesuai dengan iman agama maing-masing. Negara harus
berusaha meberantas praktek-praktek keagamaan yang tidak baik dan mengganggu
kerukunan hidup bermasyarakat; Negara wajib memberi peluang sam kepada setiap
agama untuk berdakwah, mendirikan tempat ibadah, ekonomi, dan budaya. Menjadi
politis negara yaitu mengayomi, membimbing dan mengantar warganya menuju
kehidupan yang lebih baik sebagaimana yang dicita-citakan(alenia IV Pembukaan
UUD 1945).
Sila Kedua
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Negara memperlakukan setiap orang sebagai
manusia, menjamin dan menegakkan hak-hak dan kewajiban asasi; Negara wajib
menjamin semua warga negara secara adil dengan membuat UU yang tepat dan
melaksanakannya dengan baik; Negara harus ikut bekerja sama dengan bangsa dan
bernegara lain membangun dunia yang lebih baik, dan lain-lain.
Sila Ketiga
Sila Persatuan Indonesia. Negara harus tetap menjunjung tinggi asas Bhineka
Tunggal Ika. Menolak faham primordialisme (sukuisme,daeraisme,separatisme).
Memperjuangkan kepentingan nasional. Bangsa sebagai Indonesia. Menentang
chauvinisme,kolonialisme, sebaliknya mengembangkan pergaulan antar bangsa.
Sila Keempat
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan / Perwakilan, Mengakui dan menjunjung tinggi kedaulatan
rakyat. Meningkatkan partisipasinya dalam proses pembangunan. Mendengarkan dan
memperjuangkan aspirasi rakyat. Menghormati perbedaan pendapat, menjamin
kebebasan berserikat dan berkumpul.
Sila Kelima
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, Bahwa setiap warga Indonesia mendapat perlakuan
yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Sesuai
dengan UUD 1945, maka keadilan sosial itu mencakup pula pengertian adil dan
makmur.
B. Memberi Evaluasi Kritis
Terhadap Penerapan Etika
Terdapat etika dalam kaitannya
dengan nilai dan norma yaitu etika deskriptif yaitu berusaha meneropong secara
kritis dan rasional sikap dan pola perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh
manusia dalam hidupnya. Dalam etika ini membicarakan mengenai penghayatan nilai,
tanpa menilai, dalam suatu masyarakat tentang sikap orang dalam menghadapi
hidup dan tentang kondisi-kondisi yang mungkin manusia bertindak secara etis,
Etika
normatif adalah etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku
ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dan tindakan apa yang seharusnya
diambil. Dalam etika ini terkandung norma-norma yang menuntun tingkah laku
manusia serta memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak
sebagaimana yang ada dalam norma-norma. Sesuai dengan pola pendekatan etika
kritis dan rasionel, etika menuntun orang untuk mengambil sikap dalam hidup.
Dengan etika deskriptif, manusia disodori fakta sebagai dasar mengambil putusan
tentang sikap dan perilaku yang akan diambil, sedangkan etika normatif manusia
diberi norma sebagai alat penilai atau dasar dan kerangka tindakan yang akan
diputuskan.
C. Analisis Etika Dalam Kekaryaan/Plagiat
Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau
pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan
menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap
sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan,
pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas.
Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator.
Dalam buku Bahasa
Indonesia: Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah, Felicia Utorodewo dkk.
menggolongkan hal-hal berikut sebagai tindakan plagiarisme :
- Mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri,
- Mengakui gagasan orang lain sebagai pemikiran sendiri
- Mengakui temuan orang lain sebagai kepunyaan sendiri
- Mengakui karya kelompok sebagai kepunyaan atau hasil sendiri,
- Menyajikan tulisan yang sama dalam kesempatan yang berbeda tanpa menyebutkan asal-usulnya
- Meringkas dan memparafrasekan (mengutip tak langsung) tanpa menyebutkan sumbernya, dan
Yang digolongkan sebagai
plagiarisme:
- Menggunakan tulisan orang lain secara mentah, tanpa memberikan tanda jelas (misalnya dengan menggunakan tanda kutip atau blok alinea yang berbeda) bahwa teks tersebut diambil persis dari tulisan lain
- Mengambil gagasan orang lain tanpa memberikan anotasi yang cukup tentang sumbernya
Yang tidak tergolong
plagiarisme:
- Menggunakan informasi yang berupa fakta umum.
- Menuliskan kembali (dengan mengubah kalimat atau parafrase) opini orang lain dengan memberikan sumber jelas.
- Mengutip secukupnya tulisan orang lain dengan memberikan tanda batas jelas bagian kutipan dan menuliskan sumbernya.
Beberapa alasan yang setuju/pro dalam plagiat :
- Saya sangat setuju untuk mengunakan informasi yang telah dibuat oleh seseorang yang membuatnya asalkan kita memberikan sumber dari mana kita mendapatkan informasi tersebut
- Saya mencontoh karya orang lain asalkan pada karya yang saya contoh mencantumkan pengarang karya pertama yang saya contoh karya nya agar tidak terjadi meniru karya orang lain.
Sumber :
Pandji Setijo. Pendidikan
Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa. Penerbit Grasindo
http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=36
Tidak ada komentar:
Posting Komentar