A. Dinamika Aktualisasi Pancasila Sebagai Dasar Negara
1. Pemahaman Aktualisasi
Kata kunci dalam pembahasan ini adalah
aktualisasi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud 1990) berasal dari
kata ”aktual” artinya betul-betul ada, terjadi atau sesungguhnya. Aktualisasi
adalah sesuatu mengatualkan. Dalam masalah ini adalah bagaimana nilai-nilai
Pancasila itu benar-benrah tercermin dalam sikap dan perilaku dari seluruh
warga negara , muali dari aparatur dan pimpinan nasional sampai kepada rakyat.
Aktualisasi
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
memerlukan kondisi dan iklim yang memungkinkan segenap lapisan masyarakat yang
dapat mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu dan dapat terlihat dalam perilaku
sesungguhnya, bukan hanya sekedar lips service untuk mencapai keinginan pribadi
dengan mengajak orang lain mengamalkan niali-nilai Pancasila sedangkan perilaku
sendiri jau dari nilai-nilai Pancasila yang sesungguhnya. Oleh karena itu,
merealisasikan Pancasila dalam kehiduan Bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
dapat dilakukan melalui dengan cara-cara sebagai berikut :
- Aktualisasi Pancasila secara objektif, yaitu melaksanakan Pancasila dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, meliputi bidang leglislatif, eksekutif, yudikatif, dan dalam bidang kehidupan kenegaraan lainnya. Seluruh kehidupan kenegaraan dan tertib hukum Indonesia didasarkan atas filsafat negara Pancasila, asas politik kedaulatan rakyat dan tujuan negara berdasarkan asas kerohanian Pancasila.
- Aktualisasi Pancasila secara subjektif, yaitu pelaksanaan Pancasila dalam setiap pribadi, perseorangan, warga negara, dan penduduk. Pelaksanaan Pancasila secara subjektif sangat ditentukan oleh kesadaran, ketaatan, serta kesiapan individu untuk mengamalkan Pancasila. Sikap dan tingkah laku seseorang sangat menentukan terlaksananya nilai-nilai Pancasila yang sesungguhnya dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, Pancasila harus dipahami, diresapi, dan dihayarti oleh setiap orang sehingga terwujud moral Pancasila dalam perilakunya.
2. Pembangunan HAM
Dalam
perkembangan penegak hukum sepanjang masa pemerintahan Indonesia pada orde lama
dan khususnya orde baru banyak kasusu hukum menunjukkan gejala kian dalamnya
pegaruh kekuasaan terhadap lembaga peradilandan aparat penegak hukum.
Masyarakat hampir setiap saaat mempersoalkan mental dan etika aparat penegak
hukum dengan terjadinya perlakuan tidak manusiawi /(Pelanggaran HAM). Banyak
keputusan peradilan bertentangan dengan perasaaan keadilan masyarakat, seperti
kasus kerusuhan 27 Juli 1996 dan lain sebagainya.
Hak
asasi Manusia memang menjadi pendorong yang penting untuk selalu merenungkan ,
apakah hukum yang dijalankan ini cukup memperhatikan martabat dan keselamatan
manusia secara substansi. Hal ini sesuai dengan pandangan UNPD tentang keamanan
manusia meliputi keamanan ekonomi, keamanan pangan, keamanan kesehatan,
keamanan individu, keamanan lingkungan, keamanan masyarakat dan kebudayaan,
serta keamanan politik. Dalam cakupan konsep keamanan yang sedemikian
komprehensif , hak asasi manisia tidak saja mendapat tempat yang aman dan
terhormat.
Penegak
hak asasi manusia, khususnya untuk menyatakan apa yang dianggap benar,
seharusnya menjamin bahwa kemakmuran yang diperoleh oleh suatu negara secara
nyata dimana rakyat kecil dapat menikmatinya. Apabila kita memperhatikan
peranan kampus, kampus melalui lkajian ilmiah, mimbar akademik yang bebas ,
budaya akademik, dan berpikir rasional objektif dengan menggunakan metodologi
ilmiah dalam kerangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, akan mempunyai
peluang yang sangat besar untuk berperan serta sebagai kekuatan moral untuk
mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
B. Dinamika Pelaksanaan UUD 1945
Pembahasan sub bagian ini tentang perjuangan
mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia, meliputi periode (masa)
revolusi fisik, demokrasi liberal, oede lama, oe\rde baru, dan era global.
1. Masa revolusi fisik
Undang-Undang
Dasar 1945 dibentuk dalam waktu singkat dan secara keseluruhan oleh BPUPKI dan
PPKI. Oleh karena itu, segala sesuatunya diatur dalam Aturan Peralihan UUD 1945
(naskah asli) yang menentukan sebagai berikut :
Pasal
I
Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengatur dan menyelenggarakan kependahan
pemerintahan kepada pemerintahan Indonesia
Pasal
II
Segala
badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku,selama belum
diadakan yang baru menurut undang-undang dasar itu.
Pasal
III
Untuk
pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia.
Pasal
IV
Sebelum
MPR, DPR, dan DPA dibentuk menurut undang-undang dasar ini, segala kekuasaan
nya dijalankan oleh presiden dengan bantuan Komite Nasional Pusat.
Sehubungan
dengan keadaan pada waktu itu, terutama sikap Belanda yang ingin menjajah
kembali Indonesia, maka untuk menanggapi keadaan tersebut, perlu adanya badan
yang ikut bertanggung jawab tentang nasib bangsa dan negara Indonesia di
samping pemerintah. Yang dimaksud pemerintah pada waktu itu adalah Presiden
2. Masa Orde Liberal
Belanda
mengetahui bahwa Indonesia telah merdeka. Mereka tidak tinggal diam, Belanda
ingin menjajah kembali seperti tempo dahulu. Oleh karena itu, ia berusaha
menduduki wilayah negara Republik Indonesia dan merebut kekuasaan pemerintahan
Republik Indonesia.
Sehubungan
dengan keadaan tersebut, PBB perlu ikut campur tangan guna menyelesaikan
pertikaian antara negara Republik Indonesia dengan Belanda, dengan diusahakan
suatu konferensi yang diadakan di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai
2 November 1949 yang dikenal dengan nama Konferensi Meja Bundar (KBM). Hasilnya
yang dicapai dalam persetujuan adalah sebagai berikut :
- Didirikannya negara Republik Indonesia Serikat.
- Pengakuan kedaulatan oleh pemerintah kerajaan Belanda kepada pemerintahan negara Republik Indonesia Serikat.
- Didirikannya Uni antara negara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda.
Pengakuaan kedaulatan
ditentukan akan dilaksanakan tanggal 27 Desember 1949. Dengan demikian, negara
Republik Indonesia hanya berstatus sebagai negara bagian.
3. Masa Orde Lama
Pemilu
tahun 1955, dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi harapan masyarakat, bahkan
kestabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, maupun hankam. Keadaan ini
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
- Makin berkuasanya modal-modal raksasa terhadap perekonomian Indonesia.
- Akibat silih bergantinya kabinet, maka pemerintahan tidak mampu menyalurkan dinamika masyarakat ke arah pembangunan, terutama pembangunan bidang ekonomi.
- Sistem liberal berdasarkan UUDS 1950 mengakibatkan kabinet jatuh bangun sehingga pemerintahan tidak stabil.
- Pemilu 1955 ternyata dalam DPR tidak mencerminkan pertimbangan kekuasaan politik yang sebenarnya hidup dalam masyarakat, karena banyak golongan di aerah-daerah belum terwakili di DPR.
- Konstituante yang bertugas membentuk UUD yang baru ternyata gagal.
Ideologi Pancasila pada saat
itu dirancang oleh PKI untuk diganti dengan Ideologi Manipol Usdek serta konsep
Nasakom. PKI berusaha untuk menancapkan kekuasaannya dengan membangun komunis
internasional dengan RRC. Sebagai puncak peristiwanya adalah meletusnya Gerakan
30 September (G-30-S/PKI), sebagai usaha untuk mengganti Ideologi Pancasila
dengan Ideologi Marxis.
4. Masa Orde Baru
Dengan
berakhirnya pemerintahan Soekarno dalam orde lama, dimulailah pemerintahan baru
yang dikenal dengan orde baru, yaitu suatu tatanan kehidupan masyarakat dan
pemerintahan yang dilaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Munculnya orde barudiawali dengan tuntutan dari aksi-aksi seluruh
masyarakat, seperti Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan
Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Tuntutan mereka dikenal dengan nama Tritura.
Isi tuntutan tersebet adalah sebagai berikut :
- Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya
- Pembersihan Kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI
- Penurunan harga
Orde baru mengambil tugas
utamanya, yaitu penciptaan ketertiban politik dan kemantapan ekonomi. Pada
tahun 1983, pemerintah mengajukan satu paket yang terdiri atas 5 Undang-Undang
Politik tentang :
- Susunan dan kedudukan anggota MPR/DPR
- Pemilihan Umum
- Kepartaian dan Golkar
- Organisasi masyarakat, dan
- Referendum
Kelima paket undang-undang itu
disetujui oleh DPR dengan tujuan menjaga terpeliharanya kekuasaan dan menjaga
kelanjutan pembangunan sebagai Ideologi.
5. Masa Era Global
Penyimpangan
kehidupan bernegara era orde baru sampai kepada puncaknya dengan muncul krisis
moneter yang berakibat jatuhnya Presiden Soeharto yang telah berkuasa selama 32
tahun. Untuk menyelamatkan negara dari kehancuran, maka MPR telah mengeluarkan
ketetapan, antara lain sebagai berikut :
- Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang pencabutan ketetapan MPR tentang referendum.
- Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang pokok-pokok Reformasi pembangunan dalam rangka penyelamtan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan Negara
- Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN
- Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia
- Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi
- Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang HAM
- Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang pencabutan P-4 dan penegasan Pancasila sebagai dasar Negara.
Sekalipun MPR telah
mengeluarkan ketetapannya,namun permasalahan yang ditinggalkan oleh
pemerintahan orde baru bukanlah sedikit, sehingga merumitkan bagi pemerintah
transisi atau pemerintah era reformasi untuk keluar dari permasalahan tersebut.
Pada masa era global, telah
tiga kali pergantian Presiden, yaitu Presiden B.J. Habibie dengan Kabinet
Reformasi Pembangunan, Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Presiden hasil Pemilu
1999 dengan kabinet Persatuan Nasional, namun Presiden Abdurrahman Wahid
diperhentikan oleh MPR karena melanggar haluan negara, kemudian digantikan oleh
Presiden Megawati dengan Kabinet Gotong Royong. Pada masa era global ini,
pembangunan nasional dilaksanakan tidak lagi seperti orde baru yang dikenal
dengan nama rencana pembangunan lima tahun (Repelita), melainkan dengan nama
pembangunan nasional (Propenas). Propenas yang telah disusun oleh Bappenas,
berlaku untuk tahun 2000-2004.
C. Analisa Kasus Sidang DPR Tentang
Pilkada
Berdasarkan tata tertib DPR
mengenai tata cara pengambilan keputusan yang dapat di baca di web DPR : Tata
Tertib : tata cara pengambilan keputusan DPR RI, keputusan DPR terkait RUU
Pilkada ternyata TIDAK SAH dikarenakan tidak memenuhi persyaratan jumlah
suara yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sebuah keputusan resmi DPR.
Pasal 277 ayat 1 mengatakan: Keputusan
berdasarkan suara terbanyak adalah sah apabila diambil dalam rapat yang
dihadiri oleh anggota dan unsur fraksi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245
ayat (1), dan disetujui oleh lebih dari separuh jumlah anggota yang hadir.
Jumlah anggota yang hadir pada
sidang RUU Pilkada tersebut adalah sebanyak 496. Dapat dilihat langsung daftar
kehadiran di kesekreatriatan DPR atau bisa lihat di berita berikut ini: 496 anggota DPR RI hadiri paripurna ruu
pilkada
Bila mengacu pada pasal 277 ayat 1, maka keputusan baru dinyatakan SAH
dan berlaku bila disetujui oleh lebih dari separuh jumlah anggota yang hadir. Bila jumlah anggota yang hadir adalah 496,
maka keputusan baru dinyatakan SAH bila mendapat 249 suara.
Mengenai anggota DPR yang
walkout atau meninggalkan sidang, ada diatur dalam pasal 278 ayat 3 yang
mengatur demikian: Anggota yang meninggalkan sidang dianggap telah hadir dan
tidak mempengaruhi sahnya keputusan.
Dengan demikian, maka walaupun
meninggalkan sidang, maka tetap dinyatakan telah hadir sehingga persyaratan
lebih dari separuh jumlah anggota yang hadir tetap berlaku yaitu dalam hal ini
karena yang hadir pada daftar hadir yang resmi adalah 496 orang, maka keputusan
dalam sidang DPR tersebut baru sah bila mendapatkan suara dukungan sebesar minima
l249 suara.
Suara keputusan terkait RUU Pilkada pada sidang DPR tersebut hanya mendapatkan
suara dukungan sebesar 226 suara, alias hanya mencapai 45,56% suara anggota DPR
yang hadir. Tidak memenuhi persyaratan tatib DPR Bab XVII pasal 277 ayat 1,
dimana ketentuannya harus disetujui oleh lebih dari separuh jumlah anggota yang
hadir.
Untuk Presiden SBY yang saya hormati, saya
sudah coba membantu Bapak keluar dari situasi sulit di akhir masa jabatan
Bapak. Mohon kiranya agar Bapak Presiden bisa memanfaatkan hal ini dengan baik
dan tetap pada sumpahnya untuk berjuang mempertahankan pemilu langsung seperti
yang Bapak janjikan. Semoga nama baik Bapak sebagai presiden pertama di era
reformasi yang dipilih secara langsung oleh rakyat, tidak jadi cedera oleh ulah
sebagian anggota DPR yang melupakan perjuangan gerakan reformasi tahun 1998.
Sumber :
Syarbaini, Syahrial, 2011. Pendidikan Pancasila (Implementasi
Nilai-Nilai Karakter Bangsa) Di perguruan Tinggi, Penerbit Ghalia
Indonesia, Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar